Beberapa waktu lalu, entah angin apa, istri saya bilang jika ia ingin sekali makan salak.
"Duh, di mana bisa beli salak, ya?", ujarnya, karena memang menemukan salak, yang di Indonesia pun sulit didapat kecuali saat sedang musim.
Namun entah ada keajaiban apa, saat kami iseng mampir ke supermarket khusus barang-barang bio, BioMarkt, di mana supermarket ini memang harga barang-barangnya lebih mahal dari supermarket biasa karena konsep yang serba alami (bio), kami menemukan buah salak!
Istri saya langsung girang dan segera membeli.
Harga buah salak ini termasuk mahal, di mana satu kilogram salak, harganya hampor 30€, yang bila dirupiahkan, sekitar Rp510.000.
Tapi bagaimana lagi, namanya juga barang impor, dan jarang, ya pantas mahal.
Kami pun akhirnya mengambil sekitar 10 butir salak, dan setelah ditimbang, beratnya sekitar 800 gram!
Salak dari Indonesia ini dalam Bahasa Jerman disebut dengan Schlangenfrucht, yang artinya kurang lebih "buah ular" yang saya duga merupakan terjemahan dari snakefruit.
Pada struk, buah ini bahkan ditulis sebagai "buah eksotis".
Untungnya buah salak yang kami beli ini rasanya manis, karena jenisnya adalah jenis salak pondoh.
Kesal juga kalo misal sudah beli mahal-mahal, ternyata sepet.